Kekhalifahan dan Negara Modern Sekuler
Kekhalifahan Islam adalah konsepsi kenegaraan dan politik
yang mengakui kedaulatan, kebesaran dan otoritas hukum Allah s.w.t., dan
menerima ketentuan haram maupun halal menurut Allah s.w.t. (sesuai ketentuan
yang turun melalui wahyu –alQuran, dan sunnah nabi-Nya). Kekhalifahan terbentuk
sebagai konsekuensi yang tak terelakkan atas ketundukkan umat Islam kepada
Allah, Rasulullah, dan mereka yang memiliki otoritas dikalangan umat Islam.
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ
مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ
وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ
وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا [٤:٥٩]
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS An-Nisa, 4:59)
Islam menolak loyalitas yang terpecah-pecah – di satu sisi
ia loyal kepada negara, dan di sisi lain mengatakan loyalitasnya kepada Allah,
s.w.t. Makanya Islam tidak memisahkan antara dua urusan (agama dan politik)
agar loyalitas ini tertuju pada satu stream ketaatan yang paling tinggi yakni
kepada Allah s.w.t. Dalam surat al Hadid, disebutkan bahwa “Allah adalah yang
pertama, yang terakhir, yang dzahir, yang batin..”, karenanya loyalitas
tertinggi harus diberikan kepada Allah, bukan kepada Negara. Di ayat yang lain
Allah menuntut orang-orang beriman untuk berikrar:
قُلْ إِنَّ
صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ [٦:١٦٢]
Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadatku,
hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS Al-An’aam, 6:162)
Eropa telah menghancurkan model negara yang melandaskan loyalitas
utamanya kepada Allah tersebut ketika Kekhalifahan Utsmani dihancurkan. Eropa
menggalang konspirasi untuk memastikan kekhalifahan Islam tidak bisa dibangun
kembali. Salah satu aksinya adalah dengan membidani berdirinya negara sekuler
Saudi Arabia di wilayah hijaz (yakni sebuah propinsi di jazirah arab dimana dua
kota suci, Mekkah dan Madinah berlokasi), kemudian Eropa menjadi pelindung
Negara tersebut agar tetap eksis hingga saat ini. Kekhalifahan tidak akan bisa
ditegakkan kembali untuk dua alasan. Alasan pertama adalah karena yang
menguasai wilayah Hijaz, haramain (dua kota suci, Mekkah dan Medinah, dimana
terletak symbol kesucian Islam yakni Ka’bah dan Mesjid Nabawi) dan
penyelenggaraan haji adalah rezim Saudi-Wahabbi. Dan alasan kedua, selama umat
Islam (yang benar-benar Islam) tidak menguasai Hijaz, haramain dan haji, maka
kekhalifahan tidak bisa ditegakkan secara sempurna. (Untuk lebih detail terkait
masalah ini, baca buku kami: “The Caliphate the Hejaz and the Saudi-Wahhabi
Nation State”).
Ada banyak alasan mengapa Eropa menjadikan kekhalifahan
Islam sebagai target untuk dihancurkan. Pertama, tentu saja, adalah dalam
rangka memfasilitasi atau membuka jalan pembebasan Tanah Suci Jerusalem dan
mengembalikan umat Yahudi ke tempat tersebut. Dan alasan kedua, adalah untuk memungkinkan
berdirinya negara-negara sekuler yang tidak ada sedikitpun keimanan di dalamnya,
dengan tujuan untuk membawa umat manusia ke dalam jurang kesyirikan. Ketika
kekhalifahan dihancurkan, Negara Sekuler Modern Turki langsung menggantikannya.
Kemudian muncul konsep Negara yang serupa di Iran, di jantung wilayah Syiah,
dan Negara yang serupa pula di Jazirah Arab, di jantung wilayah Muslim. Pada
akhirnya kaum muslim di India secara elok juga menerima bentuk Negara Sekuler
Republik Pakistan. Yang ketiga, kekhalifahan harus dihancurkan karena telah
menjadi penghalang dalam realisasi agenda utama Eropa yaitu mendirikan negara
Israel yang dipersiapkan untuk menjadi negara adikuasa di dunia, memimpin dunia
dari Jerusalem (agenda al masih dajjal –pent).
Nabi Muhammad s.a.w. telah menubuwahkan bahwa kekhalifahan
akan hilang dalam sebuah hadits:
“Bagaimana dengan kalian pada saat putera Maryam turun di
tengah-tengah kalian, dan Imam kalian (yakni Amirul Mukminin atau Khalifah)
berasal dari kalangan kalian (umat Islam)?” (Sahih, Bukhari)
Hadits tersebut mengungkapkan tiga hal:
Pertama, hadits tersebut menginformasikan kita bahwa
kekhalifahan akan muncul kembali di Akhir Zaman. Ini mengindikasikan bahwa
kekhalifahan yang telah hilang suatu hari akan bangkit kembali. Kedua, sebelum
kekhalifahan itu bangkit, umat Islam akan hidup dalam beberapa kurun dibawah otoritas,
dan kekuasaan mereka yang bukan Muslim. Periode tersebut adalah saat ini,
dimana kita semua sedang menjalaninya. Ketiga,
kembalinya kekhalifahan akan menjadi peristiwa yang bersamaan dengan turunnya
putera Maryam.
Kembalinya Isa bin Maryam (alaihi salam), sepanjang
pengetahuan kita, beliau akan memimpin umat Islam dari Jerusalem, pada masanya
hukum Allah akan tegak, keadilan akan menaungi bumi. Dengan demikian, Isa bin
Maryam akan memimpin dunia dengan pemerintahan otentik Islam yang bebas dari
kekufuran dan kesyirikan, menggantikan Negara Modern Sekuler Israel di Tanah
Suci Jerusalem yang kufur dan syirik.
Mereka yang selalu tegar dalam membela status quo Negara
‘Islam’ Sekuler cobalah sejenak renungkan nubuwah Rasulullah s.a.w. terkait
kembalinya kekhalifahan di Akhir Zaman. Perhitungan kami, nubuwah itu akan
menjadi kenyataan dalam waktu yang tidak lama lagi.
Penjelasan Quran
untuk Syirik Universal dari Negara Sekuler Modern
Hanya alQuran yang bisa menjelaskan (peristiwa-peristiwa
yang akan datang –pent), dan (peristiwa-peristiwa –pent) yang telah lewat,
seperti peristiwa-peristiwa penting peralihan kekuatan politik dari dunia
Yahudi dan Kristen Eropa, hingga akhirnya mengambil alih politik dunia.
Bagaimanakah penjelasannya? AlQuran telah mengajarkan bahwa proses sejarah pada
suatu hari nanti akan berakhir ketika Allah s.w.t. telah mentakdirkan demikian.
Sebelum Hari Akhir itu datang, dunia akan terlebih dulu mengalami masa-masa
akhir yang ditandai beberapa peristiwa yang telah dikabarkan sebagai
tanda-tanda Akhir Zaman. Bahkan salah satu tanda Akhir Zaman adalah diutusnya
Nabi Muhammad s.a.w. Beberapa tanda lain yang menurut pengamatan kami telah
keluar di zaman Rasulullah adalah, keluarnya Dajjal - alMasih gadungan, dan terlepasnya Ya’juj – Ma’juj (baca buku
kami: “Jerusalem in the Quran”). Ketika mereka telah lepas ke bumi, mereka kemudian
menjadi aktor utama dalam percaturan proses sejarah, dan merekalah yang selama
ini menjadi otak terjadinya serangkaian peristiwa penting dan membahayakan yang
merupakan bagian dari transformasi umat manusia dan dunia. Nabi s.a.w.
mengatakan bahwa di era Dajjal, alMasih gadungan, riba merajalela secara
universal melingkupi dunia yang menyebabkan tekanan ekonomi yang ekstrim kepada
umat manusia. Era Dajjal juga akan menjadi era kekufuran karena jelas tertulis
kata “Kafir” di antara dua matanya. Dan akan juga menjadi Era Kesyirikan karena
Dajjal akan mengaku sebagai Tuhan dan menipu manusia (hanya orang-orang bodoh
saja yang akan tertipu, namun sedih untuk dikatakan bahwa mayoritas manusia
Akhir Zaman adalah orang-orang bodoh, seandainya tidak bodoh maka tentunya
Dajjal akan mencari jalan lain selain tipu daya pemilu –pent). Sangatlah jelas,
sejelas siang hari bagi penulis bahwa Dajjal adalah mastermind dibalik
terciptanya system Negara Sekuler tak bertuhan beserta sistem pemilunya.
Pilihan Alternatif
Selain Berpartisipasi dalam Pemilu
Para pembaca baik Yahudi, Kristen ataupun Muslim tentunya
akan bertanya: apakah ada alternatif (bagi orang-orang beriman) selain
mengikuti pemilu di Negara Sekuler? Kami jawab, tentu saja ada! Alternatifnya
adalah berjuang untuk menegakkan kembali kedaulatan Allah dalam system politik,
menegakkan sebuah system yang mengenali hak Allah sebagai satu-satunya yang
berdaulat – dan berjuang untuk menegakkan hukum Allah sebagai satu-satunya
hukum yang berlaku. Itulah perjuangan yang paling mulia yang bisa dilakukan,
dan ini adalah perjuangan yang harus dilakukan hingga kiamat tiba. Allah telah
menjanjikan bahwa kiamat tidak akan tiba sampai perjuangan ini mencapai
kesuksesan.
Orang-orang beriman harus mengambil jalan yang istiqomah,
katakan Halal apa-apa yang Allah halalkan, dan tinggalkan apa-apa yang Allah
haramkan, apapun resikonya. Tidak cukup begitu, ketika orang-orang melakukan
perbuatan yang sudah jelas kesyirikan, kekufuran, kezaliman dan kefasikannya
maka seorang mukmin harus mencela perbuatan itu (bukan orangnya –pent),
menentang perbuatan itu, dan berjuang melawannya, dan yang paling penting
adalah memohon petunjuk dan pertolongan Allah s.w.t. agar bisa dijauhkan dari
orang-orang yang berbuat seperti itu:
قَالَ رَبِّ
إِنِّي لَا أَمْلِكُ إِلَّا نَفْسِي وَأَخِي
ۖ فَافْرُقْ
بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ [٥:٢٥]
Berkata Musa: "Ya Tuhanku, aku tidak menguasai
kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan
orang-orang yang fasik itu". (QS
Al-Maidah, 5:25)
AlQuran menyebut misi perjuangan orang beriman sebagai ‘amar bil ma’ruf dan nahi ‘anil munkar. Jika perjuangan untuk
menegakkan otoritas, kedaulatan dan hukum
Allah s.w.t. dalam sebuah wilayah (atas izin Allah) sukses, maka wilayah
itu disebut Darul Islam. Umat Islamlah yang mengendalikan wilayah tersebut. Tapi
ada alternatif lain, yaitu sebuah model negara yang plural, dimana umat Islam
dan non-Muslim sama-sama mengontrol sebuah wilayah dengan basis kesetaraan
politik dan kesepakatan-kesepakatan damai yang tentu saja di dalamnya harus
memuat kesepakatan bahwa negara tersebut harus mengakui kedaulatan, otoritas,
dan hukum Allah s.w.t. Nabi Muhammad s.a.w. mendirikan model ini di Madinah
dimana umat Islam, Yahudi dan Musyrikin Madinah (suku-suku Arab Yatsrib yang
belum beriman –pent) sama-sama menguasai wilayah dan negara dengan kesetaraan
politik yang dituangkan dalam perjanjian.
Umat manusia memiliki kebebasan memilih agama sesuai
keyakinannya, apakah ia akan memilih agama Ibrahim (‘alaihi salam) atau yang lainnya. Akan tetapi, jika mereka telah
menyatakan memeluk agama Ibrahim (‘alaihi
salam), mereka tidak bebas lagi untuk memilih model pemerintahan yang akan
dijalankan dalam wilayahnya, apakah pemerintahan yang beriman (mengakui
otoritas, kedaulatan dan hukum Allah sebagai yang tertinggi –pent) ataukah pemerintahan
sekuler, mereka harus menjalankan pemerintahan yang beriman. Dalam kondisi
masyarakat yang plural, jika umat Islam diberikan kebebasan membentuk
pemerintahan beriman, mereka harus memilih dari kalangan mereka pemimpin yang
akan memegang urusan mereka. Jika masyarakat yang plural tersebut tidak
memberikan kebebasan tersebut, maka umat Islam harus mencari tempat yang mereka
bisa mendirikan pemerintahan beriman dan hijrah ke tempat tersebut! Demikianlah
Tuhannya Ibrahim, s.w.t. telah memerintahkan orang-orang beriman:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ
مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ
وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ
وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا [٤:٥٩]
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS An-Nisa, 4:59)
Namun jika tidak ada lagi kemungkinan untuk mendirikan
pemerintahan beriman dimanapun, dan umat Islam mau tidak mau harus hidup dalam
pemerintahan yang tidak beriman, maka orang-orang beriman ‘tunduk’ dengan
pemerintahan itu sampai waktunya mereka bisa mendirikan pemerintahan yang
beriman. Akan tetapi, ‘ketundukan’ kepada pemerintahan yang tidak beriman ini
bukan berarti kaum mukmin harus terlibat dalam proses pembentukan pemerintahan
sekuler tersebut. ‘Ketundukan’ yang dimaksud disini adalah, orang beriman
mentaati peraturan pemerintah sekuler selama kebebasan beragama diberikan, dan
pemerintah tidak memaksakan aturan apapun kepada umat yang bisa melanggar
syariat Allah s.w.t. Contoh aturan yang
dimaksud adalah wajib militer bagi umat Islam (untuk membela negara).
Pemerintah di system sekuler bukanlah pemerintah umat Islam
(atau yang disebut ulil amri –pent), jadi yang bisa dilakukan oleh umat Islam
adalah mendorong dan menasehati mereka dalam kebenaran, sambil tetap kritis
mengingatkan pemerintah, berlepas tangan (baro -pent) dari segala kezalim, kesyirikan,
kekafiran dan kefasikan mereka. Di sinilah pentingnya peran umat Islam dalam
politik di negara seperti Trinidad dan Tobago.
Sudah secara alamiah di Negara Sekuler Modern bahwa pemilu
yang di adakannya tidak akan mungkin bisa merubah model pemerintahan menjadi model
yang lain, tidak seperti anggapan atau prasangka sebagian umat Islam.
Partisipasi umat Islam dalam pemilu, tidak akan mungkin bisa merubah model
pemerintahan dari Sekuler menjadi pemerintahan yang mengenali otoritas, kedaulatan
dan hukum tertinggi adalah milik Allah s.w.t. Pemilu politik pastinya akan
tunduk kepada siapa yang mengendalikannya, yakni Negara Sekuler.
Rasulullah s.a.w. mengatakan bahwa kekafiran hakikatnya
adalah satu (al-kufru millatun wahidah).
Ini cocok sekali dengan fakta yang bisa kita lihat di dunia ini. Lihatlah apa
yang terjadi di Aljazair, umat Islam berhasil memenangkan 85% suara dalam
pemilihan politik, Yahudi dan Kristen kemudian melihat bahaya ini karena umat
Islam mempunyai kekuatan untuk mengembalikan negara ke konsep pemerintahan
Islam. Dunia yang sekuler kemudian bergerak kompak dan secara zalim menolak
hasil pemilu tersebut dan menggagalkan kemenangan umat Islam. Hal semacam ini
terus berlangsung dan bisa kita saksikan di belahan negeri-negeri umat Islam.
Maka dari itu, daripada ikut berpartisipasi dalam pemilu
yang secara tidak langsung berarti melegalkan model negara sekuler yang
landasannya adalah syirik dan kufur, umat Islam sebaiknya melindungi mereka
(diri dan keluarga –pent) dari terbawa menjadi syirik, dengan cara berlepas
diri dari proses sekuler ini. Umat Islam juga mestinya menantang mereka
pendukung Negara Sekuler, dan mempromosikan model negara yang dibangun oleh
Nabi Muhammad s.a.w. sebagai model yang paling unggul, dibandingkan model lain,
apalagi model Sekuler. Model pemerintahan Nabi adalah alternative satu-satunya
untuk umat Islam agar terlepas dari belenggu ribawi ekonomi modern yang lahir dari
system sekuler ini. Sistem ekonomi ribawi yang telah benar-benar membawa umat
manusia ke dalam perbudakan modern. Umat Islam juga membutuhkan alternative untuk
keluar dari kungkungan budaya korupsi yang juga lahir dari system negara sekuler
modern. Dan yang mungkin paling berbahaya untuk umat Islam sehingga mereka
harus segera mencari alternative adalah system pendidikan yang semakin sekuler,
pendidikan yang menafikan unsur Rabbani, sehingga dari system pendidikan yang
sekuler tersebut menghasilkan manusia-manusia yang buta secara spiritual.
Hanya ada satu jalan bagi umat Islam jika ingin
mempertahankan keyakinannya di dunia ini, jalan tersebut ada di Surat al Kahfi
(sebuah surat yang disabdakan Rasulullah bisa melindungi umat Islam dari fitnah
Dajjal). Yakni untuk putus hubungan
dengan dunia sekuler:
....فَافْرُقْ
بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ [٥:٢٥]
“…. Maka pisahkan kami dari kaum yang fasik!” (QS Al-Maidah,
5:25)
Inilah jalan yang perlu diambil oleh umat Islam di Trinidad
dan Tobago (dan juga negeri lainnya di seluruh belahan dunia –pent) untuk memisahkan
diri dari syirik yang telah mengepung kehidupan mereka, telah difirmankan oleh
Allah dalam kisah pemuda kahfi di surat al Kahfi. Umat Islam harus membangun
komunitas atau Desa Muslim (Muslim
Villages) yang benar-benar terlepas dari dunia sekuler.
Desa Muslim (Muslim Village)
Umat Islam harus konsentrasi dalam membangun komunitas
Islami mikro di manapun itu bisa dilakukan. Izinkan kami terlebih dulu
menghargai usaha-usaha yang telah dilakukan oleh saudara Nazim Muhammad dalam
membangun sebuah desa Muslim di Boos Settlement Jama’at di Rio Claro, Trinidad.
Saya telah mengunjungi desa tersebut dan terharu melihat kesuksesan beliau dalam
membawa umat Islam yang berbeda-beda ras bersatu dalam satu jama’ah. Tulisan
selanjutnya, kami akan mendorong para pembaca agar mengambil langkah-langkah
inisiatif dalam membangun dimana saja, masyarakat atau desa yang multi-ras,
multi-etnis, multi-bahasa yang bersatu dalam kesamaan akidah Islam.
Untuk mendirikan sebuah perkampungan Muslim, yang tujuannya
untuk menjaga kemurnian akidah umat Islam dari pengaruh peradaban dunia sekuler
yang makin menghegemoni, dan agar umat Islam tidak perlu lagi berpartisipasi
dalam pemilu sekuler, maka ada beberapa syarat tambahan yang mesti terpenuhi,
sbb:
- Kehidupan dan aktifitas umum di perkampungan Muslim harus dibangun dengan pondasi yang kuat dan utuh berlandaskan alQuran dan sunnah. Apapun yang bukan berasal dari alQuran dan Sunnah tidak bisa diambil untuk membentuk pondasi dalam mempertahankan akidah dan kesatuan masyarakat di perkampungan Islam. Jika sebuah praktik keagamaan (tertentu) tidak bisa terima umum, maka terlepas sejauh apa benefitnya untuk umat, atau selama apa ini telah dijalankan, maka janganlah melakukan praktik ini di Mesjid atau tempat umum lainnya di perkampungan Muslim. Jangan biarkan ini menjadi sumber perpecahan dan konflik antar umat Islam. Hanya dengan cara ini, insya Allah, umat akan bertahan dari usaha-usaha pecah belah yang mungkin mengancam (baik yang merusak ataupun tidak) yang ditimbulkan dari praktik-praktik keagamaan yang tidak berlandaskan alQuran dan Sunnah dan jalan para Aslaf (bentuk jamak dari salaf, yakni umat Islam terdahulu). Salah satu implikasi dari persyaratan ini adalah, sebagai contoh, maka halaqoh dzikir dari golongan Sufi Qodiriyyah, dimana saya aktif di dalamnya, atau golonga Sufi yang lain, harus dilakukan di tempat2 khusus/private di dalam perkampungan Muslim, bukan di tempat umum.
- Perkampungan Muslim harus bisa secara mandiri memproduksi dan menyuplai kebutuhan makanan dan energy. Surat al Kahfi menyingkap rahasia energi matahari untuk solusi kebutuhan energi. Surat tersebut juga memperingatkan tentang pentingnya kemurnian dalam makanan, maka harus dihindari penggunaan pupuk kimia, makanan dengan rekayasa genetis, hormon buatan dalam susu atau daging, dlsb. Kelebihan produksi dari perkampungan Muslim ini bisa dijual ke luar kampung, dan ini akan menjadi basis perekonomian desa. Umat Islam bisa menggunakan strategi marketing yang efektif, contohnya, dengan menjelaskan kepada masyarakat umum hubungan antara makanan, seksualitas, dan kekuatan seksual. Desa Muslim bisa memproduksi makanan yang murni dan sehat (tanpa campuran atau perantara zat kimia), sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh masyarakat lain yang telah terkooptasi teknologi pangan sekuler. Begitu juga halnya, umat Islam di Desa Muslim harus bisa menunjukkan bahwa masyarakat Muslim mampu menyelesaikan permasalahan sosial seperti minuman keras, kecanduan obat-obatan, Narkotika, perzinahan dan moralitas seksual, perceraian, kriminalitas, kekerasan, dlsb. Keberhasilan dalam menyelesaikan permasalahan sosial di Desa Muslim akan menjadi propaganda politik yang efektif terhadap politik di Trinidad Tobago (atau negara lain dimana Desa Muslim ini berada –pent). Ketika Desa Islam menunjukkan hasil nyata, dengan menjadikan Islam sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan sosial tersebut, dan pemerintah di negara sekuler masih berkutat pada konsep yang sudah pasti tidak akan pernah komprehensif, dan partai-partai politik menjadikan konsep tersebut hanya sebatas jargon politik, tentunya akan memberikan dampak politis yang semakin melemahkan posisi negara sekuler di mata umat manusia
- Desa Muslim juga harus membangkitkan pasar mikro yang tidak tergantung pada pasar makro, dengan menggunakan uang real (yakni emas dan perak), bukan menggunakan uang palsu dari kertas yang berlaku di pasar makro. Dengan cara ini, pasar mikro akan bisa bertahan ketika system keuangan internasional yang fraud (penuh dengan kecurangan, penipuan, dan tentu riba) berbasis uang kertas runtuh. Kami meperkirakan bahwa system keuangan internasional ini akan runtuh pada saat Israel mulai melancarkan perang besarnya dalam memperluas wilayah mereka dan pendudukan wilayah dari sungai Mesir (Nil?) ke sungai Eufrat di Irak. Perang ini sepertinya akan segera terjadi, tidak akan lama lagi! Salah satu karakteristik dari pasar mikro di Desa Muslim adalah bahwa kekayaan akan berputar secara merata di perekonomian desa. Sehingga, orang yang miskin di Desa tidak akan selamanya miskin, begitu juga orang kaya, tidak akan selamanya kaya. Dan karena riba akan dilarang di desa tersebut, baik riba ‘pintu depan’ maupun riba ‘pintu belakang’ (sheikh Imran menyebut bank konvensional sebagai institusi riba pintu depan, dan bank syariah sebagai institusi riba pintu belakang –pent), maka system kredit tidak akan diperbolehkan dalam bisnis di Desa Muslim.
- Desa Muslim harus membuat usaha yang sungguh-sungguh untuk menghidupkan kembali al-ihsan (atau ada juga yg menyebut tasawuf) dalam rangka mendapatkan pemahaman spiritual internal. Dengan demikian, kehidupan Desa akan menjadi kehidupan yang sangat sederhana, terpogram, dan agamis. Hukum syariah harus benar-benar diterapkan. Dan jangan lupakan juga masalah pendidikan. Sekolah di Desa Muslim sudah seharusnya menjadi sekolah yang paling unggul dibandingkan sekolah-sekolah di luar desa Muslim, karena sekolah di Desa Muslim anak-anak akan dibimbing oleh guru-guru yang hidup dengan Islam!
- Semua warga di Desa Muslim harus bersatu dalam jama’ah dalam satu kepemimpinan seorang Amir. Amir harus dari kalangan orang yang memahami dan hidup dengan dien Islam. Ia juga harus memahami kehidupan dunia saat ini. Tidak peduli dari ras apa dia berasal, Afrika, India, apapun, Amir harus menerapkan dien (syariat) kepada diri dan jama’ahnya dan setiap warga atau jama’ah harus sam’u wa atho’atu (dengar dan taat). Ini akan mengokohkan persatuan internal dan disiplin di Desa Muslim. Dan juga akan menyatukan masyarakat yang multi-ras di Trinidad Tobago (atau negara lain –pent) bersatu dalam ikatan akidah dan persamaan kedudukan. Sehingga mereka bisa menunjukkan diri kepada masyrakat Trinidad secara umum yang masih terpolarisasi ras, serta masyarakat dunia yang masih terkotak-kotak oleh perbedaan
- Desa Muslim jangan sampai dijadikan batu loncatan untuk usaha menguasai negara. Satu-satunya tujuan membangun Desa Muslim adalah untuk mempertahankan keyakinan orang-orang beriman. Maka Desa ini tidak perlu pasukan bersenjata kecuali untuk mempertahankan dari perampok, pemerkosa dan maling! Desa tidak memiliki kapasitas untuk mempertahankan diri ketika diserang oleh Negara atau oleh musuh-musuh Islam. Desa juga mesti mendorong umat lain seperti Hindu, Kristen, dan lainnya, untuk tinggal di Desa Muslim berdampingan dengan umat Islam dengan syarat mereka tidak mengancam umat Islam dan mereka sepakat untuk mentaati norma umum yang telah ditetapkan oleh Desa Muslim. Dengan cara ini, kalangan non Muslim akan merasakan sendiri indahnya hidup damai bersama masyarakat Muslim dalam kendali syariat Islam, sehingga kemudian mereka bisa dengan sendirinya menepis issue-issue miring yang selama ini beredar tentang Islam dan syariatnya. Walaupun tidak memiliki angkatan bersenjata, Desa Muslim harus membuat system pertahanan yang ditujukan untuk melindungi warga secara umum. Tapi bukan berarti nanti Desa Muslim itu suasananya seperti penjara, dimana warga tak ubahnya seperti tahanan, di sana-sini penjaga, teralis besi di tiap pintu dan jendela rumah, system alarm dipasang di rumah-rumah, dlsb. Maksud keamanan di sini adalah keamanan yang menjamin warga wanita sekalipun bisa berjalan sekeliling kampung tanpa ada gangguan, meski di malam hari. Keamanan seperti ini akan menjadi propaganda politik bagi Desa Muslim yang bisa ditampilkan kepada Negara Sekuler.
- Seluruh petunjuk yang ada dalam alQuran dan Sunnah, yang harus diterapkan dalam tugas pembangunan komunitas mikro Muslim di Desa Muslim, perlu digali dan diklasifikasikan. Dan ini tepatnya adalah apa yang telah dijabarkan oleh Maulana Dr. Anshari dalam karyanya berjudul “The Quranic Foundations and Structure of Muslim Society”. Beliau menjabarkan konsep spiritual Islam dengan sangat hati-hati, dan detail, yang dengannya ia menjawab kritikan-kritikan yang bahkan belum muncul ketika buku itu ditulis. Tapi spiritualitas tidak akan bisa dicapai kecuali terlebih dulu kita melakukan usaha pemurnian diri. Keberhasilan besar dalam buku beliau adalah penjelasan yang detail dan klasifikasi akhlak Islami, penjelasan yang indah dan panduan yang ditulis dengan metodologi Tazkiyah (pensucian diri) dan dzikir (yakni keindahan yang hanya bisa diberikan oleh cinta sejati, ketika ia menyentuh jiwa dan membangkitkan, dalam kesendirian jiwa, ingatan yang konstan akan yang dicintainya). “The Quranic Foundations and Structure of Muslim Society” merupakan sebuah buku teks, buku kerja dan benar-benar panduan untuk Muslim yang ingin mempertahankan keyakinannya di zaman ini. Kami menggunakan buku ini sebagai panduan dalam membangun komunitas Muslim yang otentik di Desa Muslim dimanapun kami bisa. Kami berdoa agar pembaca juga terinspirasi untuk melakukan hal yang sama. Aamiin!
Sebelum tulisan ini berakhir, ada peringatan yang harus kita
catat. Negara Sekuler dan system politik sekuler yang diwariskan oleh Britania
dan Eropa adalah sesuatu yang membutuhkan kesamaan mendasar agar bisa berjalan
dengan baik. Peradaban Eropa mencapai kesamaan itu berkat munculnya cara hidup
yang sekuler. Tapi, di belahan dunia yang lain, belum ada kesamaan yang
mendasar. Makanya tidak heran perpecahan politik karena factor ras dan suku menjangkiti
pemerintahan non-Eropa sejak awal. Perpecahan politik ini semakin menemui jalan
buntu dan besar kemungkinan akan memicu terjadinya kerusuhan rasist. Jika umat
Islam masih saja mengambil bagian pada system pemilihan politik, dan mengambil dukungan
politik pada partai politik yang sesuai dengan ras-nya, umat Islam akan menjadi
sasaran utama dari semua kelompok ketika kerusuhan terjadi. Ketika mereka
mengangkat tangan memanjatkan doa pada saat terjadi pertumpahan darah dan
pembunuhan, dan mereka cemas tidak ada pertolongan dari-Nya, mereka akan mulai
memahami sebuah ayat dalam alQuran yang memperingatkan bahwa Allah tidak akan
merubah kondisi sebuah kaum sampai kaum itu berusaha, dengan petunjuk Allah,
untuk merubah kondisinya sendiri (QS Ar-Ra’du, 13:11). Ini adalah fungsi dasar
tulisan ini dibuat.
Kesimpulan
Penulis telah menyandarkan argument-argumennya pada alQuran,
hadits dan Sunnah Nabi Muhammad s.a.w., dan menyimpulkan bahwa partisipasi umat
Islam pada pemilu politik di Negara Sekuler Modern akan menyebabkan pelakunya
syirik dan kufur. Jika terjadi ketidaksepahaman dengan pandangan penulis,
siapapun dia, termasuk ulama harus mengajukan argumentasi yang juga
berlandaskan dalil alQuran, hadits, dan Sunnah Nabi Muhammad s.a.w. Mereka
harus menunjukkan argumentasi yang jelas jika memang umat Islam dibolehkan atau
halal untuk memilih dalam pemilu. Apakah boleh seorang mukmin memilih pemimpin
dari kalangan penyembah patung Hindu, atau untuk musuh Islam, seorang pendusta,
seorang pemabuk, seorang pencuri, seorang pezinah, seorang lintah darat yang
memiliki saham di bank atau seorang direktur bank, dlsb? Bolehkah seorang
muslim memilih di pemilu dengan landasan solidaritas rasial atau landasan jual
beli: “kami akan memilih anda jika kami mendapatkan ini dan itu dari kalian”.
Bolehkah seorang muslim memilih partai yang mendukung berdirinya negara Zionist
Israel dan usaha-usaha pendudukannya, penyerangan di Tanah Suci dan Mesjid al
Aqsha? Bolehkah seorang muslim memilih parpol yang mendukung legalisasi riba,
judi, homoseks dan aborsi?
Rasulullah s.a.w mengatakan: “apa yang halal jelas, apa yang
haram jelas! Jauhilah apa-apa yang meragukan!” Maka tugas para ulama, yang merupakan penuntun
umat, untuk menyatakan apakah halal atau haram bagi umat Islam untuk
berpartisipasi dalam pemilu politik di Negara Sekuler. Terkait dengan hadits di
atas, maka ulama harus menunjukkan dalil-dalil berdasarkan alQuran dan hadits
yang mendukung bahwa itu tidak haram dan tidak pula meragukan. Jika tidak demikian tapi tetap bersikeras mengatakan
bahwa umat Islam boleh berpartisipasi dalam pemilu, maka ulama tersebut adalah manusia
yang berbahaya dan harus dihindari sebagaimana menghindari penyakit. Mereka
yang bersikeras mengikuti ulama seperti ini harus merenung sejenak dan membayangkan
terror yang akan didapat pada Hari Penghakiman:
”Dari Abu Hurairah: Rasulullah berkata, manusia akan
berkeringat sebanyak-banyaknya pada hari kebangkitan dan air keringat mereka
akan tenggelam tujuh puluh hasta ke dalam bumi, dan air keringat itu akan terus
bertambah hingga mencapai mulut-mulut dan telinga-telinga manusia” (Sahih,
Bukhari)